Kau dan Angin
Kucing di seberang jalan itu, menatap tajam, menertawakan tingkahku yang masih saja berandai-andai.
Andai saja angin memiliki warna.
Aku ingin warna biru untuk angin yang menyampaikan pesan rinduku pada mulut yang selalu mengucap ingin mencarinya.
Seperti nelayan di tengah gelap malam yang tidak bisa memberi pesan pada keluarganya.
Aku ingin angin yang berwarna putih untuk mempertahankan warnanya, lembar baru yang ntah aku harus mulai mewarnainya dengan apa, dikala rindu sulit dikekang.
Aku ingin angin berwarna jingga untuk meluapkan kesalku akan rindu hari itu, yang selalu ditunggu bahuku.
Aku ingin angin yang biasa saja.
Tidak berwarna namun istimewa.
Kucing itu sudah pergi sekarang, tidak menertawakanku lagi. Dia tahu rindu tidak harus disampaikan. Begini saja sudah cukup.
Soal angin, aku ditipu. Tidak ada pesan atau semacamnya.
Kamu, sepulang kerja selalu bilang “aku mau cari angin dulu”
“Menyebalkan!”, ucapku pelan.
Angin seperti apa yang kamu cari ?
Tidakkah bahuku lebih mudah didapat untuk menuangkan lelah?
Comments
Post a Comment