MUSIK DAN KESEPIAN



Apakah setiap manusia selalu kesepian ? aku bertanya pada diriku sendiri sambil berjalan menuju caffe. Berharap segelas coffe latte dingin bisa membantu lunturnya rasa lelah dari segala tuntutan yang harus, tuntutan yang entah aku dapat dari orang lain atau aku sendiri yang membuatnya. Harus jujur, harus bekerja keras, harus mendapatkan cinta yang pas. Memangnya cinta yang pas itu yang seperti apa ? yang membuat seseorang kesepian ? atau yang bisa sakit dan sembuh oleh satu orang yang sama ? lalu jika orang itu sudah tiada, siapa yang bertanggung jawab untuk menyembuhkan ?.

**

Tidak ada yang istimewa di caffe itu, makanannya biasa saja kecuali soto betawi yang kucicipi dari seseorang yang pernah memesan itu, ia bilang tidak ada soto betawi yang enak dan tidak. Selama daging itu tidak sulit dikunyah. Jika dia tidak memesan itu, aku tidak pernah mau memakannya semangkuk penuh. Sambalnya tidak pedas, aku tidak suka.

Aku duduk di sofa yang berada di pojok caffe, memesan coffe latte. Seseorang bersiap di atas panggung dengan gitar akustiknya, ia terlihat senang dengan senyuman yang terlihat tanpa paksaan ke setiap pengunjung caffe. Minumanku datang diiringi lagu kesukaanmu. Aku menikmati lagu itu setiap alunanya memberi rasa sakit dan sesuatu hal yang aku sendiri tidak tahu apa namanya.

Bagaimana kabarmu setelah 2 tahun menghilang dari bumi ? Apakah kau kesepian di sana ? katamu, hidup adalah tentang menahan kesepian. Burung diam beberapa saat di ranting pohon karena kesepian, kupu-kupu berada di taman tempat anak-anak kecil yang haus kasih sayang karena kesepian, bayangan gunung mampir sekali sehari ke desa karena kesepian. Kau harus menambahkan aku di kalimatmu itu –aku mengunjungi caffe sepulang kantor dan memesan minuman favorit mu karena kesepian.

Lagu itu belum berhenti. Luka itu abadi, rasa sakit seolah terus tumbuh dalam tubuh. Kepalaku membayangkan banyak hal yang aku-kau lalui di sini. Aku mencintaimu dan mencintai kehilanganku atasmu.

**

 “aku lelah”.

“aku tidak bisa membuat lelahmu hilang”. Aku tahu kau tak bisa melakukannya.

Tetaplah di sini. Tetaplah di sampingku jika tidak bisa menghapus lelahku, setidaknya aku tidak merasa kesepian. Hingga saat ini aku menyesal mengapa kalimat itu tidak pernah aku sampaikan, aku benci ketidak jujuranku, semua kalah dengan rasa gengsi yang menjelma ego. Setiap kali aku mengingat hal itu rasa sakit semakin tumbuh. Seandainya aku bisa berdiri dengan stagnan atas rasa sakit, seandainya aku bisa merawat luka ini.

 “aku hanya bisa menjanjikan satu hal padamu, selalu ada akhir dari segalanya dan setelah semuanya berakhir, kau akan mendapatkan kesempatan untuk beristirahat”. Kau meraih tangan ku untuk digenggam.

Saat itu aku hanya diam, memandang wajahnya yang sedang tersenyum, matanya yang sungguh teduh. Dengan memandangnya aku sudah tahu, hanya janji itu yang bisa ia tepati. Ia memang tidak pernah memberi janji apa-apa padaku, termasuk janji untuk menjemputku pulang kerja jika ia luang.

Pasti kau sedang beristirahat sekarang, dari segala tuntutan yang harus. Kini giliran ku untuk bertahan dari segala tugas di bumi, termasuk berteman dengan rasa sepi.

Musik dan kesepian bisa berteman rupanya, aku paham mengapa lelaki bergitar itu terus menikmati setiap petikan yang ia suarakan. Aku meneguk kopi ku entah tegukan keberapa, lagumu sudah diganti lagu lain. Mungkin lagu kesukaan mereka. Tampak dua orang perempuan di depanku, sibuk menggoyangkan kepalanya seirama dengan musik. Entah mereka ikut bernyanyi atau tidak, aku tidak dapat melihat wajahnya karena mereka duduk menghadap ke panggung. Satu hal yang aku tahu penyanyi itu bahagia karena menghibur kesedihan orang lain bahkan dirinya sendiri. Aku bahagia karena bisa kesepian dan bersedih pernah memiliki.


@rianaevelina

_tugasakhirsora

Comments

Popular posts from this blog

hujan, secangkir kopi dan kepergian senja

Hallo

langit malam