Posts

langit malam

  Alunan musik ditelinga sungguh ampuh untuk mengantar lelah menuju sandar, di kursi teras rumah Malam menjelma jadi tuan rumah paling ramah Tempat lelah dan keluh berkumpul Ia menerima hadirku yang sunyi Seketika aku melihat ke arah langit Tatap nanar penuh binar Lalu jatuh cinta seirama dengan warnanya Kadang abu gelap, kadang biru tua menuju renta tak bernyawa, di sisi lain ada warna putih yang hampir pudar Seolah-olah memberi reaksi. J ika kau hilang - aku juga. Di sebelahnya ada sedikit warna cerah, ia cahaya.   “ Cahaya yang memancar dari bulan itu sesungguhnya kenangan matahari. Lihat , betapa kenangan bisa seindah itu. ”   Langit malam menjadi saksi bisu. Menyimpannya dalam diam yang sudah aku anggap kelam. Ia membawaku ke suasana hatinya.   Seperti terhipnotis aku mudah sekali dirayu, lalu menyesuaikan diri. Jika cerah, ada senang dalam tenang. Jika berubah gelap, seperti asing tanpa teman, penuh kecemasan yang ...

BAB 3 SEBUAH PENCARIAN

“Reina sudah bangun, Bi?” tanya seorang wanita yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah, “di pasar ramai sekali, belum lagi ada kecelakaan motor tadi. Jalanan jadi macet.” jelasnya seraya menaruh barang belanjaannya di dapur.        “Sudah Bu, tadi mbak Rein sempat tanya Ibu. Dia buru-buru berangkat. Nggak sempat sarapan dulu, ospek terakhir katanya,” jelas Bi Surti sambil mengaduk teh manis hangat untuk Ibu Anindita.        Sudah tiga bulan Reina menjadi seorang mahasiswi Sastra, tepat seperti keinginannya. Kalau ditanya kenapa ia memilih sastra, Reina akan menjawab, “ini sedang dicari tahu” jawabannya akan selalu seperti itu. Padahal pilihannya pada sastra karena ia ingin belajar menulis cerita dan yang mendekati pada keinginannya adalah Sastra.        Bukan soal kuliahnya saja, soal makanan yang sering ia pesan atau soal kaos polos hitam yang sering ia gunakan. Orang akan mengira jawabannya ...

BAB 2 BERJALAN MUNDUR

Menerima sesuatu yang tidak bisa berjalan dengan semestinya, sangatlah rumit. Namun ternyata, waktu begitu cepat berlalu.    Seperti kata mereka yang selalu bilang ‘jalani saja dulu’, mereka tidak paham bedanya menjalani mimpi dan berjalan sambil berharap. Banyu memiliki impian belajar sastra, namun ia hanya memegang harapan dari orang tuanya untuk menjadi Arsitek. Lalu mengubah mimpinya menjadi sebuah harap, ia akan berhasil dengan apa yang dia jalani. Sesuai pesan ayahnya sebelum beliau mengembuskan napas terakhirnya, Banyu menjalani perannya sebagai mahasiswa Arsitek semester empat.        Sambil merapihkan pakaiannya ke dalam tas ransel berwarna hitam, pikirannya hanya tertuju pada sebuah pertanyaan, Akankah mimpinya yang lain menjadi kenyataan ?        “Cuma tiga hari aja kan, kita di Jogja ?” tanya Banyu pada sahabatnya sejak SMP, Bima yang kini satu kampus dengannya.        ...